ARIYYAH
‘ARIYYAH
(PINJAMAN)
Disusun guna melengkapi tugas :
Mata
kuliah : Hadits
Dosen
pengampu : Erkham Maskuri, LC.,
M.S.I.

Oleh :
1.
Muhammad Imam Fauzi : (63020160127)
2. Ali Mustopa : (63020160125)
3. Tarich Liwahul Hamdi : (63020160117)
4. Muhammad Fahrurrozi : (63020160115)
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kegiatan berekonomi
kita sering menemui dalam kehidupan sehari-hari bahkan tanpa kita sadari, kita
sering melakukan kegiatan pinjam meminjam (‘ariyyah). Dalam melakukan suatu
kegiatan, termasuk ‘ariyyah, kita harus mengetahui dasar atas apa yang kita
lakukan tersebut.
Dalam Islam, yang menjadi
sumber dasar utama dan pertama adalah Al Quran, dan kemudian As Sunah atau Al Hadits.
Untuk itu dalam penerapan sehari-hari kita harus mengetahui dan memahami
macam-macam pinjaman yang dibolehkan dan mana yang tidak boleh dilakukan meurut
beberapa sumber hukum islam.
B. Rumusan Masalah
Penulis
telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini antara lain :
1. Apa
itu 'Ariyyah ?
2. Macam-macam
'Ariyyah
3. Beberapa
sumber hadits dan analisisnya.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah yang disususn oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pembaca
dapat mengetahui pengertian dari 'Ariyyah.
2. Pembaca
dapat mengetahui apa saja macam-macam 'Ariyyah.
3. Pembaca
dapat mengetahui sumber hukum 'Ariyyah berdasar hadits lengkap dengan analisis
lafalz,fiqh hadits, dan makna umum dari hadits tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
'Ariyyah dengan membaca tasydid huruf
ya' yang secara bahasa berasal dari kata ”عارالفرس” (kuda itu pergi), karena barang pinjaman
pergi dari tangan peminjam.
Pendapat lain mengatakan kalimat ini
berasal dari "العار" (pinjaman) karena
seseorang tidak melakukan pinjman kecuali dia benar-benar membutuhkan. Ada pula
yang mengatakan ia berasal dari kalimat "التعاور" yang berarti pergantian.
'Ariyyah menurut syari'at adalah
memungkinkan orang lain untuk memakai manfaat barang yang dipinjamkan tanpa menjadikannya
sebagai hak milik.
B.
MACAM-MACAM ‘ARIYYAH
Ditinjau dari kewenangannya, akad pinjam meminjam
(‘ariyyah) dapat dibedakan menjadi dua macam :
1. ‘Ariyyah
muqayyadah
‘Ariyyah muqayyadah yaitu bentuk
pijam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu.
2. ‘Ariyyah
mutlaqah
‘Ariyyah mutlaqah yaitu bentuk
pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Peminjam diberi kebebasan
untuk memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tanpa ada pembatasan dari pemilik
barang.
C.
ANALISIS LAFADZ DAN FIQH HADITS
1. Hadits
I
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( عَلَى اَلْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ
) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
“Dari Samurah bin Jundub (ra), beliau
berkata: "Rasulullah (saw) bersabda:" Tangan bertanggung jawab
terhadap apa yang diambil sampai dikembalikan. "(Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan al-Arba'ah, dinilai sahih oleh al Hakim: 912)”.
a. Analisis
Lafaz
1) "على
اليد", ada kalimat yang dibuang di sini, yaitu:
"wajib". Jadi seseorang wajib. Kata "tangan" di sini hanya
sekedar menunjukkan kebiasaan atau sekedar perumpamaan, karena jika seseorang
telah mengambil barang, maka dia berhak menggunakannya dengan tangan sendiri.
2) "ما اخذت", sama ada titipan, pinjaman dan
lain-lain. Al-Shan'ani mengatakan: "Hadits ini sering kali dijadikan dalil
untuk jaminan pada tidak demikian."
3) Al-Thibi
mengatakan: "ما" dalam hadits
itu adalah mawsulah berkedudukan mubtada 'sedangkan “على
اليد” sebagai koran. Menurut pendapat yang kuat, kabar-nya dibuang
dan kalimat lengkapnya adalah: "Apa-apa yang diambil oleh tangan harus
dijamin oleh si pemilik tangan itu.
4) “"تؤديه,
mengembalikannya kepada pemiliknya dalam keadaan utuh seperti semula.
b.
Fiqh
Hadits
1) Wajib
mengembalikan barang yang dipinjam, apakah pinjaman maupun titipan, karena itu
milik orang lain.
2) Peminjam
barang wajib bertanggung jawab atas barang yang dipinjamnya. Jika barang itu
rusak maka dia wajib mengganti atau memperbaikinya. Inilah pendapat Ibn Abbas,
Imam al-Syafi'i, Imam Ahmad dan Ishaq. Menurut al-Hadi dan sekelompok ulama,
peminjam wajib bertanggung jawab atas kerusakan barang yang dipinjamnya jika
peminjam telah mensyaratkan demikian. Jika tidak, maka tidak ada kewajiban
membuat kerusakan.
c. Makna
Umum
Manusia selalu membutuhkan sesuatu
dalam mengarungi kehidupan. Ketika membutuhkan sesuatu, ada saatnya dia tidak
mampu memilikinya. Di sinilah Islam datang untuk mengharuskan pinjam meminjam
untuk memastikan mereka mampu memenuhi kebutuhannya, tetapi orang yang meminjam
wajib mengembalikan barang pinjaman itu kepada pemiliknya dan dia wajib
bertanggung jawab atas keutuhannya. Jika rusak, dia wajib memperbaikinya sampai
dapat dikembalikan seperti mana dia sebelum mengambilnya.
2. Hadits
II
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
( أَدِّ اَلْأَمَانَةَ إِلَى
مَنْ اِئْتَمَنَكَ, وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ )
رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ,
وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِمٍ اَلرَّازِيُّ
“Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberimu amanat
dan janganlah berkhianat kepada orang yang menghianatimu." Riwayat
Tirmidzi dan Abu Dawud. Hadits hasan menurut Abu Dawud, shahih menurut Hakim,
dan munkar menurut Abu Hatim Ar-Razi. Hadits itu diriwayatkan juga oleh
segolongan huffadz. Ia mencakup masalah pinjaman.”
a.
Analisis Lafaz
1) “ادّ”, ia berasal dari kata "الأداء", yakni melaksanakan sesuatu sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b.
Fiqh Hadits
1)
Hukum menunaikan amanah adalah wajib,
apakah amanah pesanan, pinjaman dan lain-lain sebagainya.
2)
Larangan berkhianat meskipun orang itu
pernah berkhianat pada dirinya sebelumnya. Inilah yang disebut sebagai balas
dendam, di mana seseorang yang dizalimi ingin balas dendam terhadap perlakuan
musuhnya. Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Menurut Imam al-Syafi'i,
dibolehkan melakukan balas dendam untuk sekedar menunaikan haknya, apakah sama
seperti haknya atau sebaliknya.
c.
Makna Hadits
Hadits ini memuat dua permasalahan,
yaitu:
Pertama, "tunaikan amanah kepada
orang yang menitipkan kepadamu." Hadits ini bersifat umum yang mencakup
pinjaman dan titipan malah segala suatu yang dianggap amanah.
Kedua, "dan jangan kamu
mengkhianati orang yang pernah berkhianat kepadamu." Ini merupakan masalah
balas dendam, di mana seorang pria ingin merusak harta orang lain, karena orang
itu telah merusak harta miliknya. Hadits ini melarang segala bentuk kecurangan.
3. Hadits
III
وَعَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ
رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا أَتَتْكَ رُسُلِي
فَأَعْطِهِمْ ثَلَاثِينَ دِرْعاً , قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! أَعَارِيَةٌ مَضْمُونَةٌ
أَوْ عَارِيَةٌ مُؤَدَّاةٌ? قَالَ: بَلْ عَارِيَةٌ مُؤَدَّاةٌ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ,
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
“Dan dari Ya'la Ibnu Umayyah Radliyallaahu 'anhu
berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepadaku:
"Apabila utusanku datang kepadamu, berikanlah kepada mereka tiga puluh
baju besi." Aku berkata: Wahai Rasulullah, apakah pinjaman yang ditanggung
atau pinjaman yang dikembalikan? Beliau bersabda: "Pinjaman yang
dikembalikan." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut
Ibnu Hibban.”
a. Analisis
Lafaz
1) “اعارية مضمونة اوعارية مؤدّاة”, pinjaman madhmunah adalah
jika barang itu rusak, maka ia harus dibayar ganti ruginya sesuai dengan
harganya, sementara pinjaman mu'addah adalah pinjaman yang wajib dikembalikan
dengan mengembalikan barang itu seutuhnya dan jika rusak, maka ia tidak diganti
rugi sesuai dengan harganya.
b. Fiqh
Hadits
1) Diboleh
membuat pinjaman dan tidak merendahkan seseorang selama untuk kepentingan orang
muslim, bukan untuk kepuasan pribadi dan berfoya-foya.
2) Disunnahkan
bertanya kepada orang yang memberi pinjaman sebelum menyerahkan barangnya,
apakah pinjaman berbentuk madhmunah ataupun tidak.
3) Disunatkan
pinjaman itu dijamin ganti ruginya jika terjadi kerusakan yang disengaja agar
orang yang meminjamkan tidak susah hati.
4) Pinjaman
tidak dijamin ganti ruginya melainkan ada syarat yang menentukan itu harus
diganti rugi jika terjadi kerosakan.
c. Makna
Hadits
Hadits ini merinci pinjaman
madhmunah dan pinjaman mu'addah, kemudian Rasulullah (saw) menjelaskan bahwa
kedua pinjaman tersebut berbeda satu sama lain.
4. Hadits
IV
وَعَنْ
صَفْوَانَ بْنِ أُمَيَّةَ; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم اِسْتَعَارَ مِنْهُ
دُرُوعاً يَوْمَ حُنَيْنٍ. فَقَالَ: أَغَصْبٌ يَا مُحَمَّدُ? قَالَ: بَلْ عَارِيَةٌ
مَضْمُونَةٌ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ,
وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
“Dari Shofwan Ibnu Umayyah Radliyallaahu 'anhu bahwa
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meminjam darinya beberapa baju besi sewaktu
perang Hunain. Ia bertanya: Apakah ia rampasan, wahai Muhammad. beliau
menjawab: "Tidak, ia pinjaman yang ditanggung." Riwayat Abu Dawud,
Ahmad, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Hakim.”
a. Analisi
Lafaz
1) “دُرُوعًا”, telah disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan Abu Dawud bahwa jumlahnya sekitar tiga puluh sampai empat puluh.
Dalam riwayat al-Baihaqi melalui jalur mursal bahwa jumlahnya sekitar delapan
puluh. Dalam riwayat al-Hakim dari Jabir bahwa jumlahnya sekitar seratus baju
perang.
2) “اَغَصْبٌ”, dengan membacanya dhammah karena
berkedudukan sebagai mubtada'. Dalam kebanyakan riwayat disebutkan:
"أغصبا" dengan membacanya nashab. Awalnya
kalimat ini adalah "أتأخذ غصبا". Al-Ghasb adalah
mengambil sesuatu secara paksa tanpa meminta izin terlebih dahulu ke pemiliknya
dan tanpa membayar harganya.
3) "عَارِيَةٌ مَضْمُونَةٌ", kamu membayar kepadaku jika barang
itu rusak.
b. Fiqh
Hadits
1) Dibolehkan
meminjam barang kepada orang bukan muslim.
2) Dibolehkan
meminjam peralatan perang atau barang yang dipastikan bakal rusak jika
diadopsi, atau barang yang nilainya dipastikan berkurang jika berlaku. Semua
itu tidak membuat peminjaman dilarang di sisi syariat.
3) Sedikit
cacat pada barang pinjaman tidak menyebabkan peminjam membayar ganti rugi ke
atasnya terlebih lagi jika barang itu sulit ditemukan di pasar.
4) Orang
yang meminjam dapat bertanya tentang syarat jaminan kepada orang yang memiliki
barang.
5) Jaminan
atas barang yang dipinjam harus dengan syarat dan ketentuan yang telah
disepakati sebelumnya oleh kedua pihak.
c. Makna
Hadits
Hadits ini sama seperti hadits
sebelumnya di mana sama-sama membahas tentang jaminan atas barang pinjaman dan
jaminan itu tidak wajib dilakukan kecuali sebelumnya telah ada kesepakatan
untuk melakukannya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Memahami hukum 'Ariyyah/pinjaman dalam
kehidupan didalam bermasyarakat di jaman ini sangatlah penting agar kita
terhindar dari riba’ ataupun melanggar syariat-syariat islam itu sendiri.sebagai
umat islam kita diwajibkan untuk melakukan sesuatu termasuk pinjam-meminjam
sesuai dengan al-quran dan hadits.
DAFTAR PUSTAKA
https://sahabat1960.wordpress.com/2016/06/19/fiqih-muamalah-ariyah-dan-wadiah/
,diakses tanggal 29 Maret 2017. Pukul 13.00
http://www.alquran-sunnah.com/kitab/bulughul-maram/source/7.%20Bab%20Jual%20Beli/11.%20Bab%20Ariyah.htm , diakses tanggal 29 Maret 2017. Pukul 13.15
Sulaiman al-Nuri, Alawi.2010. Ibanatul al-Ahkam Syarah
Bulughul Maram. Kuala Lumpur: Al Hidayah Publication
Komentar
Posting Komentar