Al-Sharf (Perdagangan Valuta Asing)



MAKALAH FIQH EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
Al-Sharf (Perdagangan Valuta Asing)
Dosen pengampu : Ahmad Mifdlol Muthohar, M.Si




Disusun Oleh :

1.        Ali mustopa               (63020160125)
2.        Muhammad kafabi    (63020160085)


KELAS C
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena Alhamdulillah atas rahmat dan karunia serta ridhonya penyusun bisa menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang menuntun umatnya dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi menyumbangkan ide dan pemikiran mereka demi terwujudnya makalah ini. Makalah yang berjudul “Al-Sharf (Perdagangan Valuta Asing) ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ekonomi dan bisnis islam.
Dalam penulisan makalah ini penyusun masih menyadari masih banyak kekurangan. Namun, dengan isi yang sederhana ini, besar harapan kami semoga makalah ini dapat memberi manfaat sekedar menyikap tabir pengetahuan dan menjenguk isinya.



Salatiga, 16 Oktober 2017


Penyusun

DAFTAR ISI


 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam sebuah perbankan banyak transaksi yang dilakukan, baik bank konvensional maupun bank syari’ah. Bank konvensional masih melakukan transaksi secara umum sedangkan bank syari’ah menggunakan transaksi yang sesuai dengan syariat islam. Salah satu transaksi dalam perbankan syariah yaitu Al-Sharf yaitu perdagangan valuta asing.
Disini kami akan mencoba membahas mengenai Al-Sharf. Dimana banyak yang tidak tahu menahu mengenai perdagangan valuta asing yang sesuai dengan syariat islam.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan Al-Sharf ?
2.      Apa dasar hukum Al-Sharf ?
3.      Bagaimana rukun, syarat, dan batasan Al-Sharf ?
4.      Apa saja jenis-jenis valuta asing ?
5.      Bagaimana fatwa MUI mengenai Al-Sharf ?

C.    TUJUAN

1.      Dapat menjelaskan definisi dari Al-Sharf
2.      Dapat mengetahui dasar hukum Al-Sharf
3.      Dapat memahami rukun, syarat, dan batasan Al-Sharf
4.      Dapat mengetahui jenis-jenis valuta asing
5.      Dapat mengetahui fatwa MUI mengenai Al-Sharf

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akad Sharf

Secara Etimologi Al-Sharf artinya Al-Ziyadah (Penambahan), Al-'Adl (seimbang), penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Sedangkan secara terminology, Al-Sharf adalah jual beli suatu valuta dengan valuta lain.

B.     Dasar Hukum Al-Sharf

Dalam Al-quran tidak ada penjelasan mengenai jual beli sharf itu sendiri, melainkan hanya menjelaskan dasar hukum jual beli pada umumnya yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275 :
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢٧٥
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dalam hadis Rasulullah juga disebutkan bahwa :

 “Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).
“Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengann perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”.
“Kami telah diperintahkan untuk membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.” (HR. Abu Hurairah)

C.    Rukun – Rukun Akad Sharf

Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu :
1.      Pelaku akad, yaitu ba’i(penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual, dan musytari(pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta.
2.      Objek akad, yaitu sharf(valuta) dan si’rus sharf(nilai tukar).
3.      Shighah, yaitu ijab dan qabul.






D.    Syarat – Syarat dan Batasan Akad Sharf

Berikut syarat-syarat Akad Sharf :
1.      Valuta (sejenis atau tidak sejenis). Apabila sejenis, harus ditukar dengan jumlah yang sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai dengan nilai tukar.
2.      Serah terima sebelum iftirak (berpisah)
Maksudnya yaitu transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah pihak berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama maupun yang berbeda, oleh karena itu kedua belah pihak harus melakukan serah terima sebelum keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi dan tidak boleh menunda pembayaran salah satu antara keduanya. Apabila persyaratan ini tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya tidak sah.
Hal ini sesuai dengan dalil yang bersumber dari hadis nabi seperti yang telah disebutkan terakhir di atas yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Begitu pula dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ad al-Khudhri, bahwasannya Rasulullah bersabda: ”janganlah kalian menjual emas dengan emas, kecuali sama rata, dan janganlah melebihkan salah satu diantara keduanya. Dan janganlah kalian menjual perak dengan perak, kecuali sama rata, dan janganlah kalian melebihkan salah satu antara keduanya. Dan janganlah kalian menjual -emas dan perak- yang telah ada dengan yang belum ada.”
Namun terdapat beberapa interpretasi yang berbeda di kalangan ulama mengenai istilah iftirak, yaitu:
a.       Jumhur ulama seperti ulama Hanafi, Syafi’i dan Hambali sepakat bahwa yang dimaksud iftirak adalah apabila kedua belah pihak telah meninggalkan tempat transaksi. Apabila kedua belah pihak belum beranjak dari tempat maka tidak dikatakan iftirak meski dalam waktu yang lama. Pengertian ini didasari kepada Umar bin Khatab ketika meriwayatkan sebuah hadis, lalu beliau berkata kepada thalhah: ”demi Tuhan, jangna kamu tinggalkan orang itu sebelum menerima sesuatu darinya.” dalil ini menunjukkan bahwa yang dijadikan standar iftirak adalah pisah badan.
b.      Ulama Maliki berpendapat bahwa iftirak badan bukan merupakan ukuran sah atau tidaknya suatu transaksi. Yang jadi ukuran yaitu serah terima harus dilakukan ketika pengucapan ijab dan kabul berlangsung. Maksudnya, jika serah terima dilakukan setelah ijab kabul, maka transaksi tersebut dianggap tidak sah, sekalipun kedua belah pihak belum berpisah badan. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.: ” emas dengan emas adalah riba, kecuali ha wa ha (ucapan ambil dan bayar).” hal ini menunjukkan bahwa serah terima harus dilakukan seketika bersamaan dengan ijab kabul.
3.      Al-Tamatsul (sama rata)
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan al-tafadhul. Misalnya yaitu menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini praktis diperbolehkan mengingat nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia ini berbeda. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya masing-masing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya.
4.      Pembayaran Dengan Tunai
Tidak sah hukumnya apabila di dalam transaksi pertukaran uang terdapat penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut berasal dari satu pihak atau disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat ini terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang yang sejenis maupun mata uang yang berbeda.
5.      Tidak Mengandung Akad Khiyar Syarat
Apabila terdapat khiyar syarat pada akad al-sharf baik syarat tersebut dari sebelah pihak maupun dari kedua belah pihak, maka menurut jumhur ulama hukumnya tidak sah. Sebab salah satu syarat sah transaksi adalah serah terima, sementara khiyar syarat menjadi kendala untuk kepemilikan sempurna. Hal ini tentunya dapat mengurangi makna kesempurnaan serah terima. Menurut ulama Hambali, al-sharf dianggap tetap sah, sedangkan khiyar syaratnya menjadi sia-sia.
Selain syarat – syarat diatas terdapat batasan-batasan dalam pelaksanaan akad sharf, yaitu sebagai berikut :
1.      Motif pertukaran adalah rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
2.      Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
3.      Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai’ ainiah).

E.     Jenis-Jenis Valuta Asing

1.      Transaksi Spot
Transaksi spot adalah pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 12 juni 2002, penyerahan dan penyelesaian kontrak tersebut dilakukan pada tanggal 14 juni 2002. Apabila tanggal 14 juni 2002 tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu, maka penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya. Tanggal penyelesaian transaksi seperti ini disebut value date. Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:
a.       Value today, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
b.      Value tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari keja setelah diadakannya kontrak.
c.       Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi.
2.      Transaksi Forward
Transaksi forward isebut juga dengan transaksi berjangka yang pada prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang. Kurs ditetapkan pada waktu kontrak dilakukan, tetapi pembayaran dan penyerahan baru dilakukan pada saat kontrak jatuh tempo. Transaksi forward ini biasanya sering digunakan untuk tujuan hedging dan spekulasi. Hedging atau pemagaran resiko yaitu transaksi yang dilakukan semata-mata untuk menghindari resiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs.
3.      Transaksi Swap
Transaksi swap adalah transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu transaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan. Seperti dijelaskan di atas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertentu. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli atau menjual dan membeli suatu mata uang yang sama. Sementara pada spot dan forward, transaksi terjadi hanya sekali saja yaitu membeli dan menjual. Penggunaan transaksi swap sebanarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut dilakukan atas dasar swap point yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.Transaksi swap antara bank dengan BI:
a.       Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi likuiditas ini untuk setiap bank maksimum 20 % dari modal bank tersebut.
b.       Swap investasi, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif bank berdasarkan swap bank dengan nasabah yang dananya berasal dari pinjaman luar negeri untuk keperluan ivestasi di Indonesia.
Sebelum disebutkan jenis valuta asing selanjutnya, maka perludiketahui dulu perbedaan dari ketiga jenis transaksi di atas, yaitu bahwa transaksi swap terjadi dua transaksi pada saat yang sama (double transaction), yaitu jual beli atau beli dan jual. Sedangkan pada spot dan forward hanya terjadi satu kali transaksin saja (one single transaction), yaitu jual saja beli saja.
4.      Transaksi Option
Transaksi option yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukanatas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.





F.     Fatwa MUI mengenai Al-Sharf

JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF)
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
Menimbang :
a.         Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
b.        Bahwa dalam ‘urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
c.         Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
1.      Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: “…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
2.      Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)’ (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
3.      Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi S.A.W bersabda:
“(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”
4.      Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i,Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi S.A.W bersabda:
“(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”.
5.      Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi S.A.W bersabda:
Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut tidak tunai dengan yang tunai.
6.      Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin Arqam :
Rasululllah SAW melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
7.      Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
“Perjanjian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
8.      Ijma. Ulama sepakat (ijma’) bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu.
Memperhatikan :
1.      Surat dari pimpinan Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878
2.      Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.
MEMUTUSKAN
Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).
Pertama : Ketentuan Umum
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
a.         Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
b.        Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
c.         Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
d.        Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing
a.       Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
b.      Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
c.       Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d.      Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumla unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).


Ketiga :
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di    : Jakarta
Tanggal             : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,                                                               Sekretaris,


K.H. M.A. Sahal Mahfudh                             Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin



BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Al-Sharf adalah jual beli suatu valuta dengan valuta lain.Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu Pelaku akad, yaitu ba’i(penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual, dan musytari(pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta.Objek akad, yaitu sharf(valuta) dan si’rus sharf(nilai tukar). Dan shighah, yaitu ijab dan qabul.
 Al- Sharf memiliki syarat-syarat serta batasan-batasan tertentu sehingga Al-Sharf diperbolehkan dalam syariat Islam. Sedangkan menurut fatwa MUI transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
2.      Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
3.      Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
4.      Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.



 

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya. 2011. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta : Rajawali Press
Anshori, H. Abdul Ghofur. 2007. Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (UU di Bidang Perbankan, Fatwa DSN-MUI, dan Peraturan Bank Indonesia). Yogyakarta : UII Press Yogyakarta
Diyya. Valuta Asing (Al-Sharf). file:///C:/Users/hp/Downloads/Valuta%20Asing%20(al-Sharf)%20_%20_%20diyya%20_.htm. Diakses 17 Oktober 2017. Jam 21.42 WIB
Fandrinal Dinal. Pengertian Jual Beli Al-Sharf. http://pengertiandefenisi.blogspot.co.id/2016/12/pengertian-jual-beli-al-sharf.html. Diakses 17 Oktober 2017. Jam 21.44 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI

SEBAB-SEBAB PENAMAAN ILMU TAUHID